
Jazz… Apa yang akan terpikirkan di benak Anda dengan genre musik yang satu ini? Mungkin akan muncul beberapa jawaban: tidak komersil, rumit atau susah dicerna. Tapi tidak untuk The Vintage. Bagi mereka, jazz adalah musik yang asyik, seasyik mereka memainkannya. Juga, tidak serumit yang dibayangkan orang, karena mereka telah mencintainya lebih dulu.
YA, tak sulit memang mengakrabkan diri dengan musik yang lahir dari budaya Afrika ini. Masalahnya, orang selalu lebih dahulu memikirkan bahwa jazz adalah musik yang tidak “easy listening”. Dan butuh pemahaman khusus untuk menikmatinya. Begitulah. Dan masih banyak alasan lagi yang membuat orang “enggan” masuk ke dalam genre musik yang satu ini.
Sayangnya, argumen-argumen itu tampaknya meleset bagi band Medan bernama The Vintage ini. Bahkan, masing-masing personilnya: Kaka dan Roro (vokal), Erizon (terompet), Fikry (bass) Code (gitar), mengaku telah lama mencintai jazz, jauh sebelum band ini mereka bentuk pada awal November tahun lalu.
“Saya sudah kenal jazz sejak saya masih kecil,” ujar Erikson yang mengaku, ayahnya sering menonton acara musik jazz di TVRI sekitar 1980’an. “Perlahan saya pun mulai suka. Dan akhirnya menekuninya lebih serius,” ujar Erizon, yang kini juga mengajar instrumen jazz di Universitas Negeri Medan itu.
Fikry lain lagi. Lelaki yang juga mengajar di sekolah musik FARABI dan Purwacaraka Medan ini mengaku sudah jatuh cinta pada jazz sejak pertama kali ia mendengarkan rekaman vokal Boby McFarren.
Boby McFarren adalah vokalis jazz kulit hitam yang namanya sempat beken di era 1980’an dengan albumnya: “Don’t worry be happy”. Dia dikenal sebagai musisi jazz yang memiliki karakter tersendiri dengan kemampuan “Scatch Jazz” nya, yakni kemampuannya menggunakan suara-suara dari mulut untuk memainkan nada-nada jazz.
“Bagi saya, Boby-lah yang menginspirasi aku untuk main musik di jazz sekalipun alat musik yang aku mainin adalah bass,” kata Fikri. Hal yang tak jauh berbeda juga dikatakan masing-masing personil The Vintage.
“Entah kenapa jazz pas di telinga saya,” ujar Kaka, yang kuliah di jurusan Ekonomi dan samasekali tidak memiliki latar belakang musik secara formal ini.
Juga Roro, yang awalnya menyukai musik “oldies”, seperti The Beatles atau Naiff ini, akhirnya kepincut dengan jazz. “Jazz itu rupanya lebih asyik,” kata mahasiswi Etnomusikologi USU ini.
YA, sekalipun jazz tidak berasal dari budaya kita, seperti apa yang pernah dikatakan Ben Pasaribu, salah seorang musisi jazz senior Medan, jazz kini telah menjadi milik semua bangsa, semua suku, semua orang. Dan karena itu jugalah makanya sering disebut bahwa “Music is universal”, termasuk jazz itu sendiri.
***
Apa saja yang telah dikerjakan The Vintage, meski umurnya masih seumur jagung?
“YA, tentu saja kami belum pantas disejajarkan dengan band jazz yang sudah ada di Medan, seperti “Session Band”. Tapi, kami berharap bisa mengikuti langkah mereka paling tidak,” ujar Hafiz, sang manajer band yang biasa latihan di studio pribadi The Vintage: Orange Studio, di Jl. Dr. Mansyur Medan.
Menurut Kaka sendiri, saat ini The Vintage sedang konsentrasi mematangkan beberapa lagu-lagu standar jazz. Artinya, lagu-lagu ini nantinya akan menjadi modal utama mereka untuk bisa mengikuti even-even jazz yang akan diadakan di Kota Medan. Termasuk untuk memenuhi tawaran dari sebuah hotel berbintang di Kota Medan.
Menurut mereka, ada beberapa lagu-lagu standar yang wajib dikuasai bagi setiap musisi jazz. Di antaranya, “The Girl from Ipanema”, “Take Five”, “All the Things You Are”, “Satin Doll”, “All Blues” dan lain-lain.
Selain itu, The Vintage juga telah mempelopori lahirnya Medan Jazz Society, yang baru saja dibentuk 26 Januari kemarin. Ini adalah wadah baru bagi penikmat jazz Medan, yang diharapkan menjadi batu loncatan perkembangan musik jazz di Medan.
“Sekarang ini, jazz sudah tak asing lagi, khususnya bagi kalangan Medan sendiri. Penggemarnya pun sudah banyak. Sayangnya, wadahnya selama ini belum ada. Makanya kita membentuk Medan Jazz Society,” ujar Hafiz.
Medan Jazz Society yang dibina oleh Ben Pasaribu ini, kata Hafiz, akan rutin – sebulan sekali pada minggu ketiga – mengadakan even. Seperti, workshop seputar jazz, band performance dari musisi-musisi jazz Medan. Dan ajang diskusi bagi penggiat dan penikmat jazz Medan (TS).
All Rights Reserved
Tidak ada komentar:
Posting Komentar